Kamis, 19 Maret 2009

TANGGUNG JAWAB HIDUP = HIDUP YANG BERTANGGUNG JAWAB

“… supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah…, berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedkan manakah kehendak Allah..”

(Roma 12: 1-2)

Embah-embah Jawa doloe pernah mengatakan bahwa hidup ini seperti, “mampir ngombe?” (mampir minum). Komentar semacam itu sebenarnya mereka tautkan dengan begitu fana dan pendeknya hidup di dunia ini, “singkat, sekejap, bak orang mampir untuk minum aja?” benar memang hidup di dunia ini amat singat, syukur kalau anda dan saya berumur 70 atau 80 tahun, nah kalau umur-umur 30, nyawa kita sudah ditagih yang punya, mau nggak mau saya dan anda pasti berujar sama, “O… alangkah pendek hidup di bumi ini..!”

Saking singkatnya masa di dunia, banyak orang kadang menggunakan “Aji mumpung,” (menggunakan kesempatan) mumpung di dunia singkat, jadi harus dinikmati, bebas berbuat apa saja, dan yang penting happy melulu, masalah kelakuan kita benar atau tidak, itu nomor belakangan. Nah.. akhirnya kita mikir kan, kalau begitu apakah sebagai umat Kristiani kita juga harus menggunakan “aji mumpung” untuk berhore- ria dan tentunya tanpa kompromi dengan moralitas, spritualitas, dan tas….tas… lainnya? Saya akan menjawab “NO BESAR” alias “TIDAK.” So bagaimana…?

Batas kita tinggal di dunia boleh dibilang singkat, namun toh itu tidak berarti amoralitas harus dibudayakan segencar-gencarnya, karna sekali lagi “mumpung….!” Sadar atau tidak, bahwa justru waktu yang singkat ini sebenarnya kita dituntut untuk mengisinya sceara “BERTANGGUNG JAWAB..!” Berita terbarunya… tanggungg jawab tersebut suatu saat harus kita pertanggung jawabkan di hadapan Allah, tentunya sesudah ujung hidup kita alias sesudah mati. Jadi kalau begitu yang namanya hidup di dunia ini sebenarnya adalah tanggung jawab, setuju?

Surat Roma pasal 1-11, itu semua sedang ngomong masalah keselamatan yang kita peroleh sebagi umat Tuhan. Keselamatan tersebut bukanlah hasil perbuatan baik kita, No.. Gede bahwa amal, jasa, kebaikan kita seperti apa pun bisa nolong kita untuk selamat. keselamatan itu KASIH KARUNIA, yang namanya kasih karunia itu Gratis. Tunggu dulu..! dengar nasehat, C. S Lewis “kasih karunia itu memang gratis, tapi bukan murahan.” Jadi jangan padankan keselamatan sama seperti baju yang di diskon, murah..!! Konsekuensi keselamatan itu harus kita hargai, itu tanggung jawab kita selama hidup di dunia yang sebentar ini. Dengan apa? Paulus melanjutkan di pasal 12, wujud penghargaan itu adalah dengan hidup yang bertanggung jawab. lalu…. Bagaimana?

Pertama, dengan mempersembahkan tubuh kita. Kokh cuma tubuh, emang yang lain tidak penting? Konteks surat ini tidak lain adalah berita kepada jemaat di Roma. Roma merupakan kota metropolis tempo doloe yang punya seabrek budaya. Ternyata paham filsat Plato yaitu dualisme juga tidak ketinggalan merembes dalam budaya pikir bangsa Romawi. Dualisme Plato sangat menghargai aspek rohani, jiwa itu suci karena berasal dari pencipta. Sebaliknya Dualisme justru mencerca aspek fisik: Tubuh, sebagai sesuatu yang jahat, tidak kekal dan berdosa. Makanya bagi penganut paham itu tubuh bukakanlah suatu hal yang penting, bisa dipakai seenaknya : mau dipakai untuk mabuk-mabukan, seks bebas, berhomo seksual ria, dll. Paulus menyadari fakta ini, makanya dia dengan sangat keras menasehatkan bahwa bukan hanya jiwa kita yang harus dipersembahkan, tubuhpun harus dipersembakan kepada Allah. Pesan ini mengisyratkan supaya kita memandang tubuh dan roh sebagai suatu totalitas, kesatuan, yang sama-sama penting, keseluruhan hidup yang harus diberikan kepada Allah. Jadi di balik pesan ini, kita harus berkomitmen persembahkan totalitas, seluruh hidup kita kepada Allah.

Selanjutnya tidak hanya penyerahan totalitas hidup saja, kelakuan hidup yang bertanggung jawab juga tengah berbicara mengenai perubahan hidup. Hidup berubah itu kaya apa? Inilah dia, hidup yang tidak serupa dengan dunia. Dunia dalam konsep ini adalah dunia yang sudah bobrok oleh pengaruh iblis. Umat Allah dituntut untuk tidak menyerupai dengan kelakuan dunia. Sebaliknya berubah seturut kehendak Allah dan akhirnya secara ajeg mempraktikan hidup yang berkenan di hadapan Allah. Sampai di sini pasti jelas, “semakin singkat hidup, berarti pertanggung jawaban terhadap hidup semakin mendekat,” bagaimana kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar